Festival suara anak ke-5 : “ajang presentasi bakat anak”

Anak harus mendengar petuah orangtua sudah sering kita dengar. Kali ini, kita semua yang perlu mendengar Suara Anak. Untuk apa?

Suara Anak pertama kali digelar pada Februari 2014 yang disusul sebanyak 3 kali sepanjang tahun itu. Tapi pada tahun 2015 sama tidak tidak digelar hingga tahun 2016, Suara Anak Kelima hadir kembali. Suara Anak adalah sebuah forum buat anak-anak bercerita pengalaman menekuni suatu bakat atau kegemarannya. Jadi berbeda dengan kebiasaan, kali ini kita semua yang mendengar anak-anak untuk mendapatkan pelajari dari pengalaman mereka.

Mengapa penting mendengar Suara Anak? Presentan yang tampil adalah anak-anak yang telah menekuni suatu bakat atau kegemarannya lebih dari satu tahun. Bila anda ingin belajar cara membuat anak tekun belajar, maka sudah sepatutnya belajar dari pelaku ketekunan belajar. Kita boleh belajar dari ahli atau dari orang lain, tapi tentu tidak lengkap bila tidak belajar dari anak-anak yang sudah berhasil tekun belajar.

Suara Anak kelima diadakan di Erudio School of Art (ESOA), sebuah sekolah seni setara SMA yang mempunyai semangat selaras. Dari sejumlah pendaftar, terpilih 6 anak yang berhak tampil dengan beragam bakat atau kegemarannya mulai bidang seni, olahraga hingga akademis. Eits akademis bukan berarti anak yang mendapat nilai tinggi pada rapor atau ujiannya. Di forum ini, penentunya bukan nilai tapi ketekunan dan karya anak. Akademis yang dimaksud adalah ketekunan di bakat sains, yaitu ahli burung. Simak serunya

Meski acara baru dimulai pukul 09.30, tapi presentan dan pengunjung sudah sudah mulai berdatangan sejak 9 pagi. Daus, panggilan dari Andrie Firdaus, penulis buku Bakat Bukan Takdir mengawali acara dengan penjelasan singkat. Daus kemudian mempersilahkan perwakilan ESOA untuk menyambut pengunjung yang hadir. Sambutan yang penting karena banyak pengunjung yang takjub dan bertanya-tanya ketika masuk ke ruangan yang dipenuhi karya pelajar ESOA.

Setelah penyambutan dari tuan rumah, Bp. Bukik Setiawan selaku Penggagas acara sekaligus penulis buku BAKAT BUKAN TAKDIR membuka acara sambil menjelaskan latar belakang dan tujuan Suara Anak. Suara Anak hadir sebagai kegiatan alternatif buat anak-anak tampil sebagai dirinya sendiri dan saling belajar satu sama lain.

Presentan pertama Suara Anak adalah Rahma Azzahra yang mempunyai bakat salah satunya adalah membuat kue. Ia bercerita tentang pertama kali membuat kue hingga lika-liku sebagai pembuat kue. Ternyata untuk mendapatkan resep yang enak, ia perlu melakukan uji coba hingga 7 kali. Tujuh kali percobaan merupakan penanda ketekunannya dalam membuat kue. Ia kini sudah mempunyai toko online sendiri.

Anak Panah Homeschooling

Presentan kedua adalah Amazing Grace salah satu siswi anak panah homeschooling yang mempunyai bakat menyanyi. Ia bercerita awal mula menyukai dunia seni karena diperkenalkan oleh kedua orangtua. Dengan gayanya yang menarik, ia menjelaskan lika-likunya dalam menekuni kegemarannya menyanyi. Bahwa dengan homeschooling, dia menjadi memiliki lebih banyak waktu untuk mengeksplorasi bakatnya tersebut dengan belajar secara mandiri yaitu melalui sarana Online / Youtube. Buah dari latihannya telah membawanya menjadi juara di beberapa acara.

Presentan ketiga adalah Kaysan, yang mempunyai bakat menjadi pengamat burung. Ia sejak kecil telah suka mengamati burung. Kesukaan yang terus ditekuninya dalam berbagai kesempatan, baik ketika di rumah, kegiatan khusus mengamati burung maupun ketika pulang kampung. Tak heran bila ia telah mendokumentasikan hasil pengamatannya sebanyak 246 burung. Dari foto-foto yang dihasilkan dari pengamatannya, Kaysa telah mendapatkan penghasilan.

“Temanku menggangap burung itu enaknya dibunuh, digoreng dan dibakar. Setelah kuajak pengamatan, mereka berubah pikiran, burung itu lebih indah bila diamati di alam,” cerita Kaysan dengan penuh rasa banggsa. Yang paling menarik adalah kata – kata Kaysan ” Saya punya banyak waktu melakukan pengamatan burung, karena saya gak sekolah…”

Presentan selanjutnya adalah kakak adik, Ila dan Gavryel, yang mempunyai bakat Wushu. Meski alasan awalnya beda, tapi mereka berdua sama-sama menekuni seni beladiri Wushu. Mereka secara detil menceritakan suka duka menekuni Wushu, mulai menghadapi rasa malu ketika terjatuh, mengatas rasa malas latihan hingga ketika menghadapi perlakuan curang.

Presentan terakhir, Zaky Mubarak yang mempunyai bakat menggambar. Dalam kesempatan ini, ia menceritakan kesukaannya menggambar hingga menekuni sebuah teknik asli Indonesia, Wedha’s Pop Art Portrait. Sejak kecil, ia telah menggambar apa saja, mulai buku tulis hingga meja. Kesukaan yang dianggap mengganggu di sekolah hingga ia pun memutuskan keluar dari sekolah. Dengan belajar otodidak, ia telah menghasilkan karya Wedha’s Pop Art Portrait yang diakui oleh komunitasnya. Bahkan beberapa orang telah memesan hasil karyanya.

Baca Juga: Ajang Prestasi Bakat Anak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *