Setelah 18 tahun sekolah, mau jadi apa ?

Artikel ini diinspirasi oleh buku BAKAT BUKAN TAKDIR yang ditulis oleh seorang praktisi pengajar + parenting Bp. Bukik Setiawan .

Buku ini mungkin bisa membantu menjawab pertanyaan “kegalauan” para praktisi HOMESCHOOLING tentang pilihan menjalani HOMESCHOOLING. Karena memang salah satu tujuan HOMESCHOOLING atau HOME EDUCATION adalah “membidik sedini mungkin ” apa yang menjadi BAKAT dan MINAT dari anak kita.

Idealnya ; seorang Manusia harus memiliki VISI yang JELAS, tanpa VISI yang JELAS maka ANAK PANAH pun tidak jelas mau diarahkan kemana. Tugas orang tua sebagai PEMBIDIK lah yang menunjukkan pada anak ” Ini loh…. papan sasarannya … kesitu kamu mau menuju.” atau “Kamu mau kemana nak… oh ke situ , ya arahnya yang kau lewati jalan lewat sini…belok sini dan sini” …begitulah kira-kira diibaratkan. Orangtua membantu membuka “aral melintang, menciptakan jalan, meminjamkan senter, perangkat yang benar” supaya anak bisa sampai ke tujuan dengan tepat sasaran. Jangan biarkan anak berjalan di areal abu-abu. Fakta sudah membuktikan ada berapa banyak generasi yang akhirnya gagal karena dibiarkan berjalan di areal abu-abu, dengan pembenaran dari orang tua…”wah …kan masih muda , masih dalam proses pencarian jati diri” “ya gak papa toh, kan masih anak-anak”….Itulah cikal bakal dari penciptaan GENERASI GAGAL saat ini yang jumlahnya JUTAAN apalagi di Indonesia ini.

Demikian kutipan artikel dari Bp. Bukik Setiawan yang disadur di temantakita.com

Setelah lulus mau jadi apa? Meski sudah ditanya sejak TK, tapi sayangnya sampai menjelang lulus kuliah pun, banyak dari kita tetap gagap menjawab pertanyaan itu.

Setelah lulus mau jadi apa? Pertanyaan ini yang saya ajukan ketika saya mengajar sebuah mata kuliah tahap akhir di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Ironisnya, kebanyakan mahasiswa peserta kuliah tersebut kesulitan menjawabnya. Hanya sekitar 10% mahasiswa yang bisa menjawab dengan lancar.

Bayangkan 18 tahun pendidikan mulai TK, sekolah hingga kuliah, tapi masih saja gagap menjawab pertanyaan setelah lulus mau jadi apa. Tanya kenapa?

setelah lulus mau jadi apa. Banyak mahasiswa merasa salah jurusan. Sisanya, tidak tahu kalau dirinya salah jurusan, karena tidak tahu jurusan yang diinginkannya. Jadi keinginan sendiri saja gagal untuk dikenali, bagaimana mengenali jurusan yang sesuai? Bagaimana mengenali profesi yang diinginkannya?

Kita belajar banyak hal, tapi tak belajar tentang diri sendiri, potensi dan impian kita. Kita melek huruf tapi buta diri. Proses belajar pada pendidikan kita seringkali tidak bermakna. Bukan pelajaran yang relevan dengan kebutuhan dan aspirasi kita.

Awalnya kita abai terhadap ketidakbermaknaan materi dan proses belajar tersebut. Hingga kita sampai pada fase kehidupan yang menuntut pemahaman diri untuk memgambil keputusan mau jadi apa setelah lulus, kita baru tergagap. Mau kemana sebenarnya?

Pada fase kuliah, sebenarnya banyak dari kita sudah mulai menyadari kalau kita salah jurusan. Kalau pilihan kuliah kita tidak sesuai dengan potensi diri dan aspirasi kita. Tapi alih-alih dipahami, diri sendiri justru dikibuli. Kita menipu diri di balik teriakan motivasi atau sekedar memenuhi kewajiban sosial asal jadi. Kuliah ya asal kuliah. Kerja ya asal kerja. Karya ya asal karya. Sekedar menggugurkan kewajiban sosial.

Mau membiarkan anak-anak kita salah jurusan & tidak tahu mau kemana? Di zaman industri yang relatif lebih pasti saja kita salah jurusan, bagaimana dengan anak-anak kita yang hidup di zaman kreatif yang lebih absurd?

Mari refleksi, mengapa kita salah jurusan? Alasannya seringkali sederhana saja, terlambat persiapan. Kita pura-pura tenang, lalu mendadak bingung di semester akhir menjelang lulus.

Mengapa terlambat persiapan? Karena hanya mengikuti “kewajiban sosial”. Kenapa sekolah? Wajib. Kenapa belajar? Wajib. Kenapa kuliah? Ya Wajib. Kita mendapat kewajiban dari orangtua dan masyarakat untuk menempuh 18 tahun pendidikan.

Orangtua menyekolahkan anak seringkali bukan untuk mengembangkan potensi anak, tapi untuk gengsi pribadi. Tidak heran bila keputusan orangtua tidak didasarkan pada jurusan yang sesuai potensi anak, tapi jurusan yang bisa memberi gengsi. Pelajaran dan jurusan IPA lebih bergengsi dibanding pelajaran dan jurusan IPS. Jurusan kuliah tertentu lebih bergengsi dibanding jurusan yang lain.

Solusinya? Persiapan lebih awal. Bukan dengan mengkarbit anak-anak kita. Bukan pula menuntut anak berkembang cepat. Anak kita bukan kuda pacuan.

Solusinya? Stimulasi dan kenali potensi anak sejak dini. Ajak anak berefleksi untuk mempertimbangkan pilihan pendidikan yang sesuai potensinya. Kembangkan bakat anak anda. Jangan sampai anak kita menjelang lulus kuliah masih tergagap menjawab, “Setelah lulus, mau jadi apa?” By. GeP.anakpanah.sch.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *